Fahri's Blog - Sebelum Anda membaca artikel ini lebih lanjut, pastikan Anda dalam
keadaan tenang. Jangan gunakan emosi Anda, tapi gunakanlah rasional Anda!!
Disini
saya tidak akan mengejek atau memperolok-olok kubu manapun antara Jokowi dan
Prabowo. Saya tidak akan membahas sejarah dan latar belakang mereka seperti
apa.
Sekarang cobalah Anda ingat-ingat ketika Anda dulu kecil. Pernahkah dulu
Anda sangat ingin sekali memiliki permainan robot-robotan atau
boneka-bonekaan?? Lalu Anda menyuruh ibu atau ayah Anda membelikan Anda
permainan tersebut. Ketika orang tua Anda membelikan permainan tersebut, apa
yang Anda rasakan?? Sudah pasti senang. Karena apa?? Karena harapan Anda sudah
terpuaskan. Sebaliknya jika orang tua Anda tidak memenuhi keinginan Anda, apa
yang Anda rasakan?? Sedih. Mungkin bisa jadi Anda menganggap bahwa orang tua
Anda tidak meyayangi Anda. Karena apa? Karena harapan Anda tidak terpuaskan. (Pahami benar-benar konteks dari permasalahan di
atas)
Sekarang
kita akan naik ke tahap yang lebih lagi. Ingatkah ketika Anda lulus SMA??
Tentunya masih ingat ya. Ketika Anda lulus SMA, pasti Anda ingin melanjutkan ke
tahap berikutnya, yaitu Kuliah. Anda tentunya memiliki harapan yang
berbeda-beda dalam menentukan universitas dan jurusan untuk kuliah Anda. Ada
yang ingin masuk jurusan kedokteran di universitas X, ada yang ingin masuk jurusan
pertanian di universitas Y, ada juga mungkin yang ingin berkuliah di luar
negeri.
Segala usaha sudah Anda lakukan, ternyata ada yang lulus dan ada yang
tidak lulus. Yang lulus pasti merasa senang, karena harapan dia sudah
terpuaskan. Yang tidak lulus, pasti merasa kecewa karena harapan dia tidak
terpuaskan
Harapan-harapan
yang tidak terpuaskan akan menimbulkan persepsi, ada yang positif dan ada yang
negatif. Yang menciptakan persepsi itu siapa?? ya KITA, karena apa yang kita
inginkan belum atau tidak terpenuhi.
Persepsi positif misalnya "Ah
kayaknya tahun ini belum rezeki ku masuk FK, mungkin tahun depan aku akan coba
lagi".
Persepsi negatif misalnya "Pasti ada permainan disana (lulus
dengan cara menyogok), aku sudah belajar mati-matian siang dan malam supaya
bisa lulus FK, gak mungkin aku gak lulus".
Persepsi
positif akan menimbulkan citra yang positif, sedangkan persepsi negatif akan
menimbulkan citra yang negatif terhadap apa yang Anda persepsikan. Saya harap
Anda sudah mulai memahami, apa yang saya maksud.
Sekarang
kita masuk ke tahap pilpres 22 Juli kemarin. Seperti yang kita tahu, jokowi
menang sebagai presiden RI berdasarkan hasil real count dari KPU. Semenjak
mengetahui hasil real count tersebut, saya melihat di bbm, facebook, twitter
saya begitu banyak komentar-komentar dari masyarakat. Ada yang pro dan ada yang
kontra.
Kita
bicarakan yang kontra. Tak banyak dari yang kontra ini mengatakan bahwa,
perhitungan yang dilakukan KPU tidak transparan, terjadi banyak sekali
kecurangan di TPS-TPS, Pilpres tahun ini tidak demokratis.
Bagi
Anda yang mempunyai persepsi itu atau semacamnya, sekarang cobalah tanyakan ini pada diri Anda.
Sekarang kita anggapalah sama-sama pilpres tahun ini tidak demokratis dan penuh
kecurangan. Semua pihak sama-sama melakukan hal tersebut. Ternyata kubu yang
Anda harap-harapkan jadi presiden, menang.
Berani gak Anda mengakui sama orang lain bahwa kubu
yang Anda pilih itu menang dengan cara yang tidak demokratis?? Saya rasa tidak. Yang Anda rasakan pada saat mendengar kabar bahwa kubu yang Anda pilih menang apa?? Senang pastinya. Karena harapan Anda sudah terpuaskan.
Apa
yang terjadi dengan kubu yang tidak menang?? Tidak puas. Alhasil apa? timbulah
persepsi. Bisa menerima, bisa juga tidak menerima. Yang tidak bisa menerima
mulailah mencari kesalahan-kesalahan dan memperbesar kesalahan tersebut. Siapa
itu yang mencari dan memperbesar? KITA. Jadi nanti suatu saat kalau Indonesia
ini pecah cuma gara-gara pesta demokrasi ini, yang buat siapa?? KITA.
Saya
tidak berbicara MEREKA, tapi saya berbicara tentang KITA. Kalau kesalahan itu dapat dibuktikan, berarti Anda benar-benar sudah menunjukkan kebenaran kepada masyarakat Indonesia. Akan tetapi, kalau Anda tidak dapat membuktikan kesalahan tersebut?? Berarti selama ini hanya omong kosonglah yang Anda serbakan dan ucapkan.
Sebenarnya saya tidak memperdebatkan masalah ini bisa dibuktikan atau tidaknya, ini hanya permasalahan HARAPAN KITA.
Sekarang cobalah tanyakan pada diri Anda, Misalnya Anda menang entah dalam hal apapun itu, tapi dengan cara curang? mau Anda mengakui kalau Anda curang?? "Pak kepala sekolah, aku lulusnya curang loo, aku beli kunci jawaban" Saya rasa itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang berhati ksatria. Berat itu untuk mengakuinya, gak gampang. Anda tidak akan berani berkomentar apapun, karena apa yang Anda harapakan pada saat itu sudah terpuaskan.
Jujur saya juga ikut berkomentar di dunia maya tentang perdebatan yang terjadi pascapilpres ini. Akan tetapi, lama-lama saya berfikir dan mencoba mencari apa arti dari ini semua. Ternyata semua ini hanya persoalan sederhana, yaitu "HARAPAN KITA"
Jangan sampailah kita hidup di satu tanah air tapi saling bertengkar, saling bermusuhan. Ayo, mulailah menimbulakan rasa perdamaian dan kenyamanan di negeri tercinta ini. KITA-lah yang bisa menciptakan itu semua, bukan MEREKA.
Mungkin itu saja yang dapat saya sampaikan pada artikel ini, sekali lagi disini saya tekankan saya tidak ada memihak kepada siapapun!! Anda bisa baca dan pahami dari bahasa yang saya sampaikan pada artikel ini. Soal suka tidak suka semuanya saya kembalikan kepada Anda. Saya hanya mencoba mengamati dan memberikan sedikit penjelasan dari apa yang terjadi.
Cobalah Anda renungin dan pahami sejenak kata-kata di bawah ini!!
"Emosi
positif berupa rasa bahagia, senang, dan sebagainya akan muncul, ketika harapan
Anda terpenuhi/ terpuaskan. Emosi negatif berupa rasa sedih, kecewa, dan
sebagainya akan muncul, ketika harapan Anda tidak terpenuhi/ terpuaskan. Masing-masing dari emosi akan menciptakan persepsi. Siapa yang menciptakan? KITA"
0 Response to "Perdebatan Tentang Pilpres Ini Hanya Sebatas Persoalan "HARAPAN KITA""
Posting Komentar